Berita Madina


Kopi Pakantan, Nasibmu Kini,

DSCN0769

Pakantan-Rakyat Madani.

Kopi Pakantan, atau yang lebih dikenal dengan sebutan Kopi Mandailing atau kopi Robusta terkenal kenikmatannya. Kepopuleran kopi Pakantan ini bukan saja di daerah Indonesia, tapi juga sampai di manca negara seperti Jepang, Brazil, Colombia, Ethiopia dan Negara lainnya. Namun sangat disayangkan, keberadaan kopi Pakantan belakangan ini nyaris punah. Nama kopi Mandailing atau Pakantan yang cukup terkenal itu hampir tingal nama.

Masa keemasan kopi Mandailing yang dari Pakantan ini sebenarnya sudah mencapai ratusan tahun. Menurut Basyral Hamidy Harahap, dalam bukunya “Madina Yang Madani” mengatakan, “Kopi kawasan Batang Gadis dari Pakantan sudah terkenal sejak tahun 1878”. Tidak dapat dibayangkan betapa lamanya perkembangan kopi Pakantan ini. Namun saat sekarang keberadaan kopi Pakantan ditempat asalnya sendiri di Kecamatan Pakantan hanya tinggal sedikit.

Basyral dalam bukunya mengatakan, “Harga kopi Mandailing di luar negeri cukup mahal, yaitu di Jepang tahun 2002 mencapai 3.500 Yen atau kurang lebih Rp. 280.000 /Kg. Biji kopi Mandailing siap giling di kemas 200 gram per kemasan. Kopi Mandailing juga di jual di supermarket atau toko-toko dan kedai kopi di Tokyo. Nama Mandheling pada kemasannya di cetak dengan hurup berukuran lebih besar dari pada nama Indonesia”, tulisnya.

Keengganan warga menanam Kopi kembali dikarenakan murahnya harga kopi di pasaran. Hal ini dibenarkan Kepala Desa Hutagambir, Kecamatan Pakantan, Amirudin Lintang. “ Belakangan ini warga engan menanam kopi tersebut disebabkan harga sangat jatuh. Coba bayangkan, harga kopi lima tahun belakangan ini hanya sekitar 10-12 ribu/Kg, artinya warga merasa tidak seimbang lagi antara biaya perawatan dengan hasil yang di dapatkan. Jadi itulah penyebab utama kenapa warga engan menanam kopi”.

Amiruddin melanjutkan, “Coba kalau harga naik, seperti masa –masa Presiden Habibie dulu mencapai Rp. 25.000-30.000, warga akan berlomba-lomba menannam kopi jenis ini. Buktinya dulu kebun warga ada yang sempat mencapai 8-10 hektar, sekarang mana ada lagi, kalau ada hanya sekitar 1 Ha itupun sudah jarang. Warga belakangan ini lebih banyak menanam kopi jenis Ateng atau jensi lainnya”.

Selain itu, ujar Amiruddin, penyempitan lahan juga sangat besar pengaruhnya. Sebab, beberapa tahun belakangan ini pemerintah membuat peraturan hutan lindung. Jadi lahan warga banyak yang terkena hutan lindung dengan sendirinya tidak bisa di garap. Selama ini kan warga menanam kopi tersebut di kebun-kebun miliknya yang tempatnya cukup jauh dari desa atau tepatnya membuka kebun di tengah hutan. Memang ada juga yang tumbuh di sekitar rumah penduduk tapi itu tidak seberapa”, ujarnya.

“Melihat kelangkaan kopi Mandailing yang berasal dari Pakantan ini memang cukup memprihatinkan. Namun apa daya, harga jual tidak sesuai dengan biaya penanaman dan perawatan. Kedepan perlu upaya dari pemerintah bagaimana caranya agar harga kopi ini bisa naik agar warga kembali menanam jenis kopi ini. Kalau masalah bibit tidak ada masalah, bibit kopi jenis Robusta ini masih banyak terdapat di Pakantan”, kata Amiruddin.

Amiruddin juga mengharapkan kepada Pemkab Madina agar kiranya membantu petani-petani kopi yang ada saat ini dengan memberikan suntikan modal. Sebab, tidak bisa terbantahkan, penanaman Kopi ini butuh biaya pembelian bibit, pemeliaharaan dan lainnya. “Saat ini kehidupan warga memang cukup sulit jadi kita harapkan Pemkab berkenan membantu warga untuk biaya pembibitan dan pemeliaharaan”, ujarnya. ( Lokot Lubis).


Tinggalkan sebuah Komentar so far
Tinggalkan komentar



Tinggalkan komentar